Objek PPN dan PPnBM
Objek PPN diatur dalam pasal 4, pasal 16C, dan pasal 16 D UU Nomor 8 tahun
1983 sebagaimana telah diubah dengan UU
Nomor 18 tahun 2000 (yang selanjutnya disebut UU PPN 1984).
Dalam UU PPN 1984 dirumuskan bahwa PPN dikenakan atas :
1.
Penyerahan BKP di dalam daerah Pabean yang
dilakukan oleh pengusaha (Psl. 4 huruf a);
2.
Impor BKP (Psl. 4 huruf b);
3.
Penyerahan JKP di dalam daerah Pabean yang
dilakukan oleh pengusaha (Psl. 4 huruf c);
4.
Pemanfaatan BKP tidak berwujud dari luar daerah
pabean di dalam daerah pabean (Psl.4 huruf d);
5.
Pemanfaatan JKP dari luar daerah pabean di dalam
daerah pabean (Psl.4 huruf e);
6.
Ekspor BKP oleh PKP (Psl. 4 huruf f);
7.
Membangun sendiri yang dilakukan tidak dalam
kegiatan usaha/ pekerjaan oleh orang pribadi atau badan (Psl. 16 C);
8. Penyerahan
aktiva oleh PKP yang menurut tujuan semula aktiva tersebut tidak untuk
diperjual-belikan sepanjang PPN yang dibayar pada saat perolehannya dapat
dikreditkan (Psl.16 D).
Jika disimak dengan cermat, objek PPN yang diatur dalam pasal 4 dapat
dikelompokkan ke dalam dua macam objek pajak, yaitu :
1. Arus BKP dan JKP di dalam Daerah Pabean
(pasal 4 huruf a dan huruf c).
2.
Arus
BKP dan JKP yang melintas batas wilayah negara yang dibagi ke dalam dua macam
arah yang berbeda yaitu :
a. Dari luar ke dalam Daerah Pabean (pasal 4
huruf b, huruf d, dan huruf e ).
b. Dari dalam ke luar Daerah Pabean (pasal 4
huruf f).
Kegiatan penyerahan BKP atau JKP di dalam Daerah Pabean sama sekali tidak
memberi petunjuk bahwa yang melakukan penyerahan adalah PKP. Baik pasal 4 huruf
a maupun huruf c hanya menentukan bahwa penyerahan dilakukan oleh pengusaha. Justru pasal 4 huruf f menentukan
bahwa yang melakukan ekspor adalah PKP sehingga dalam hal yang melakukan ekspor
bukan PKP, tidak dikenakan PPN.
Apakah penyerahan BKP atau JKP di
dalam Daerah Pabean dikenakan PPN tanpa dipersyaratkan yang melakukan
penyerahan adalah PKP? Untuk menjawab pertanyaan ini, kita harus memahami
pengertian pengusaha yang disebut dalam pasal 4 huruf a dan huruf c.
Pengertian pengusaha dirumuskan dalam pasal 1 angka 14 UU PPN 1984 dan juga
dalam pasal 1 angka 4 UU KUP sebagai berikut.
Pengusaha
adalah orang atau badan dalam bentuk apapun yang dalam kegiatan usaha atau
pekerjaannya menghasilkan barang, mengimpor barang, mengekspor barang,
melakukan usaha perdagangan, memanfaatkan barang tidak berwujud dari luar
Daerah Pabean, melakukan usaha jasa, atau memanfaatkan jasa dari luar Daerah
Pabean.
Kemudian dalam pasal 1 angka 15 UU PPN 1984 dirumuskan pengertian Pengusaha Kena Pajak sebagai berikut.
Pengusaha
kena pajak adalah pengusaha
sebgaimana dimaksud dalam angka 14 yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak
dan atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang dikenakan pajak berdasarkan undang-undang
ini, tidak termasuk pengusaha kecil yang batasannnya ditetapkan dengan
Keputusan Menteri Keuangan, kecuali pengusaha kecil yang memilih untuk
dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak.
(Berdasarkan
keputusan Menkeu No: 571/ KMK.03/2003 menyatakan bahwa pengusaha kecil yaitu
pengusaha yang selama satu tahun buku melakukan penyerahan BKP dan atau JKP
dengan jumlah peredaran bruto dan atau penerimaan bruto tidak lebih dari Rp.
600 juta.)
Dari rumusan di atas dapat dipahami bahwa setiap pengusaha yang melakukan
penyerahan BKP dan atau JKP pada dasarnya adalah Pengusaha Kena Pajak, kecuali
tergolong sebagai pengusaha kecil. Jadi, pengusaha yang dimaksud dalam pasal 4
huruf a dan huruf c, yaitu yang melakukan penyerahan BKP dan atau JKP adalah
(PKP). Kesimpulannya, penyerahan BKP dan atau JKP dikenakan PPN jika yang
melakukan penyerahan adalah PKP.
Berdasarkan pasal 1 angka 15 UU PPN 1984
dan penjelasan pasal 4 huruf a dan huruf c UU PPN 1984 dapat disimpulkan bahwa suatu penyerahan BKP
dan atau JKP dapat dikenakan pajak jika memenuhi tiga syarat, yaitu :
a.
yang
diserahkan adalah BKP atau JKP;
b.
dilakukan
dalam Daerah Pabean;
c.
dilakukan
dalam kegiatan usaha atau pekerjaan PKP yang bersangkutan.
Jika salah satu
di antara ketiga syarat di atas tidak dipenuhi, atas penyerahan itu tidak
dikenakan PPN.
A.
Penyerahan Barang Kena
Pajak atau Jasa Kena Pajak di dalam
Daerah Pabean yang Dilakukan oleh Pengusaha
Pasal 4 huruf a dan huruf c UU PPN 1984 terdiri atas beberapa unsur,
yaitu :
1. Barang Kena Pajak
2. Jasa Kena Pajak
3. penyerahan BKP
4. penyerahan JKP
5. Daerah Pabean
6. kegiatan usaha atau pekerjaan
7. Pengusaha Kena Pajak
- BARANG KENA PAJAK
Barang Kena Pajak adalah barang berwujud yang menurut sifat atau
hukumnya dapat berupa barang bergerak atau barang tidak bergerak, dan barang
tidak berwujud yang dikenakan pajak berdasarkan UU PPN 1984 .
Barang Kena Pajak (Psl. 1 angka 3 UU PPN 1984) dibagi menjadi dua, yaitu :
a.
Barang
berwujud, kembali dibagi menjadi dua, yaitu :
a).
Barang bergerak;
b).
Barang tidak bergerak.
b. Barang
tidak berwujud.
Pada
dasarnya semua barang dapat dikenakan PPN kecuali UU menetapkan sebaliknya
(Psl. 4A ayat (2) 1984 jo Ps. 1-4 PP No. 144/2000).
Sesuai dengan karakter PPN yang
menginginkan dirinya bersifat netral terhadap pola produksi, pola distribusi,
dan pola konsumsi, PPN memberikan perlakuan sama terhadap semua barang yang
dikonsumsi, baik barang berwujud maupun barang tidak berwujud. Namun, faktanya
hal ini tidak dapat sepenuhnya diterapkan karena adanya kriteria yang digunakan
sebagai bahan pertimbangan berikut.
a. sejumlah
barang merupakan kebutuhan yang sangat esensial bagi setiap anggota masyarakat;
b. menghindari
pengenaan pajak berganda, dalam hal ini yaitu apabila suatu barang sudah
dikenakan pajak oleh pemerintah daerah, pemerintah pusat tidak akan mengenakan
pajak dengan sifat yang sama terhadap barang tersebut;
c. PPN
dikenakan atas penyerahan BKP yang dihitung berdasarkan jumlah yang nyata,
bukan suatu jumlah berdasarkan hasil penilaian, sperti penyerahan kertas saham
tidak mungkin dikenakan PPN karena nilai nominal dengan nilai fisiknya berbeda.
Oleh karena itu, dalam pasal 4A ayat (1) UU PPN 1984
ditentukan bahwa jenis barang dan jasa yang tidak dikenakan PPN ditetapkan
dengan peraturan pemerintah. Peraturannya terdapat dalam pasal 1 sampai dengan
pasal 4 PP No. 144 tahun2000 mengenai Barang
Tidak Kena Pajak, yaitu :
a.
Barang hasil tambang atau pengeboran yang
diambil langsung dari sumbernya, yaitu minyak mentah, gas bumi, panas bumi,
pasir dan kerikil, batubara sebelum diproses menjadi briket, bijih besi, bijih
timah, bijih emas, bijih nikel, bijih tembaga, bijih perak dan bijih bauksit.
b.
Barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan
oleh rakyat banyak, yaitu beras, gabah, jagung, sagu,kedelai, dan garam.
c.
Makanan dan minuman yang disajikan di hotel,
restoran, rumah makan, warung dan sejenisnya, baik dikonsumsi di tempat maupun
tidak, kecuali katering.
d.
Uang, emas batangan, dan surat berharga.
Selain barang tidak
kena pajak, pemerintah juga menentukan BKP
tertentu yang bersifat strategis yang diatur dalam PP No.12 Thn.2001 Jo PP No. 46 Thn 2003 Jo PP 7 Thn. 2007 dan atas penyerahannya dibebaskan dari pengenaan PPN, yang
meliputi :
a.
Barang modal berupa mesin dan peralatan pabrik,
baik dalam keadaan terpasang atau tidak;
b.
Makanan ternak, unggas, dan ikan, dan atau bahan baku untuk pembuatan makanan ternak,unggas
dan ikan;
c.
Barang hasil pertanian, yaitu barang yang
dihasilkan dari kegiatan usaha di bidang pertanian, perkebunan, dan kehutanan;
peternakan, perburuan atau penangkapan, maupun penangkaran; perikanan baik
penangkapan maupun budidaya;
d. Bibit atau benih dari pertanian,
perkebunan, kehutanan, peternakan,
penangkaran, perikanan;
e. Air bersih yang dialirkan melalui pipa
oleh Perusahaan Air Minum;
f. Listrik, kecuali untuk perumahan dengan
daya diatas 6600 watt.
Untuk huruf a, b,
c, dan d atas impor barang tersebut juga dibebaskan dari pengenaan PPN.
- JASA KENA PAJAK
Jasa Kena Pajak adalah setiap kegiatan pelayanan berdasarkan suatu
perikatan atau perbuatan hukum yang menyebabkan suatu barang atau fasilitas
atau kemudahan atau hak tersedia untuk dipakai, termasuk jasa yang dilakukan
untuk menghasilkan barang karena pesanan atau permintaan dengan bahan dan
atas petunjuk pemesan yang dikenakan PPN
(Pasal 1 angka 5 UU PPN 1984).
Pada dasarnya
setiap jasa dapat dikenakan PPN, kecuali undang-undang menetapkan sebaliknya (
pasal 1 angka 6 jo. Pasal 4A ayat (3) UU PPN 1984).
Jasa yang tidak dikenakan
PPN (pasal 4A ayat (3) UU PPN 1984 jo pasal 5 s.d pasal 16 PP. No. 144 tahun
2000), yaitu :
a. Jasa di bidang pelayanan kesehatan medis
Contoh: Jasa dokter umum, Jasa ahli kesehatan, Jasa rumah sakit dll.
b.
Jasa di bidang pelayanan sosial
Contoh: Jasa
pelayanan panti asuhan, Jasa pemadam kebakaran dll.
c. Jasa di bidang pengiriman surat dengan
perangko
d. Jasa di bidang perbankan, asuransi, dan
sewa guna usaha dengan hak opsi
Jasa di bidang perbankan dapat dikelompokkan
menjadi dua, yaitu jasa khas perbankan yang tidak dikenakan PPN yaitu yang
tidak dapat dilakukan oleh perusahaan lain selain bank seperti jasa deposito
dan tabungan. Sedangkan kelompok yang satu lagi yaitu jasa lainnya yang
dilakukan oleh perusahaan perbankan namun dapat dilakukan oleh perusahaan lain
selain bank dan dikenakan PPN seperti jasa penyediaan tempat untuk menyimpan
barang dan surat berharga, jasa penitipan untuk kepentingan pihak lain
berdasarkan suatu perjanjian serta anjak piutang ,dan menyewakan ruangan.
Jasa asuransi tidak termasuk broker asuransi.
e.
Jasa di bidang keagamaan
Contoh: Jasa
pelayanan rumah- rumah ibadah, Jasa pemberian khotbah atau dakwah, dll.
f.
Jasa di bidang pendidikan
g.
Jasa di bidang kesenian dan hiburan yang telah
dikenakan pajak tontonan
h.
Jasa di bidang penyiaran radio/ televisi yang
bukan bersifat iklan dan tidak dibiayai oleh sponsor yang bertujuan komersil.
i.
Jasa angkutan umum di darat, di laut, di danau,
di sungai yang dilakukan oleh pemerintah atau swasta, serta jasa angkutan udara
luar negeri, termasuk jasa angkutan dalam negeri yang menjadi bagian tak
terpisahkan dari jasa angkutan luar negeri tersebut.
j.
Jasa di bidang tenaga kerja
Penyediaan
tenaga kerja sepanjang pengusaha penyedia tenaga kerja tidak bertanggung jawab
atas hasil kerja dari tenaga kerja tersebut.
k.
Jasa di bidang perhotelan
Yaitu persewaan kamar termasuk tambahannya dan
persewaan ruangan untuk kegiatan acara atau pertemuan di hotel.
l. Jasa yang disediakan pemerintah dalam
rangka menjalankan pemerintahan secara umum
Contoh :pemberian NPWP, pembuatan KTP, dll.
- PENYERAHAN BARANG KENA PAJAK
Dalam
UU PPN 1984, pengertian penyerahan
barang kena pajak diatur dalam pasal 1A ayat (1), sebagai berikut.
a. Penyerahan
hak atas barang kena pajak karena suatu perjanjian
b.
Pengalihan barang kena pajak oleh karena
suatu perjanjian sewa beli dan perjanjian leasing
Untuk penyerahan
BKP berdasar perjanjian sewa –beli, saat timbulnya objek pajak bukan ditentukan
oleh saat penyerahan hak melainkan saat pengalihan BKP. Pengalihan BKP yaitu
saat berpindahnya penguasaan BKP dari penjual kepada pembeli.
Penyerahan karena perjanjian sewa guna usaha (leasing)
adalah penyerahan yang disebabkan oleh
perjanjian sewa guna usaha dengan hak opsi.
c.
Penyerahan barang kena pajak kepada
pedagang perantara atau melalui juru
lelang
Pedagang
perantara adalah orang
pribadi atau badan yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya dengan nama
sendiri melakukan perjanjian atau perikatan atas dan untuk tanggungan orang
lain dengan mendapat upah atau balas jasa tertentu. Juru lelang adalah juru lelang pemerintah atau yang ditunjuk oleh
pemerintah. Kata penghubung yang digunakan bagi juru lelang adalah melalui. Hal ini berarti pada saat PKP
menyerahkan BKP melalui juru lelang bukan merupakan objek pajak, objek pajak
timbul ketika juru lelang menyerahkan BKP yang dilelang kepada pemenang lelang
untuk dan atas nama PKP yang bersangkutan.
d. Pemakaian
sendiri dan pemberian cuma-cuma
Pemakaian sendiri berarti BKP yang
merupakan barang dagangan atau hasil produksi digunakan untuk kepentingan PKP
sendiri. Pemakaian sendiri dapat dibedakan ke dalam dua kelompok yaitu pemakaian sendiri yang bersifat konsumtif
dan pemakaian sendiri yang bersifat
produktif. Pemakaian sendiri yang
bersifat produktif tidak termasuk dalam pengertian penyerahan Barang Kena
Pajak sehingga tidak terutang PPN. Pemberian cuma-cuma yang merupakan objek
pajak adalah pemberian cuma-cuma baik BKP produksi sendiri maupun produksi
perusahaan lain.
e. Persediaan barang kena pajak dan aktiva yang
menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan yang masih tersisa pada saat
pembubaran perusahaan
Persediaan
barang kena pajak dan aktiva selain barang dagangan yang masih tersisa pada
saat pembubaran perusahaan disamakan dengan pemakaian sendiri sehingga termasuk
dalam pengertian penyerahan BKP menurut undang-undang.
f. Penyerahan Barang Kena Pajak dari pusat ke
cabang atau sebaliknya dan penyerahan Barang Kena Pajak antar cabang
Ketentuan
ini merupakan akibat dari prinsip desentralisasi pengukuhan Pengusaha Kena
Pajak. Dengan prinsip ini, baik kantor
pusat maupun cabang dengan nama dan dalam bentuk apapun , masing-masing
dikukuhkan sebagai PKP oleh KPP setempat.
g.
Penyerahan
Barang Kena Pajak secara konsinyasi
Untuk
penyerahan secara konsinyasi, PPN yang sudah dibayar pada waktu BKP yang bersangkutan
diserahkan untuk dititipkan dapat dikreditkan dengan Pajak Keluaran pada Masa
Pajak terjadinya penyerahan BKP yang dititipkan tersebut. Sebaliknya, jika BKP
titipan tersebut tidak laku dijual dan diputuskan untuk dikembalikan kepada
pemilik BKP, pengusaha yang menerima barang titipan tersebut membuat “nota
retur”yang diatur dalam pasal 5A.
Dalam pasal 1A ayat (1) UU PPN 1984 diberikan suatu rincian
dari penyerahan barang yang tidak termasuk kategori sebagai Penyerahan Barang
Kena Pajak, yaitu :
a.
Penyerahan BKP kepada makelar sebagaimana yang
dimaksud dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang.
b.
Penyerahan BKP untuk jaminan utang-piutang.
c.
Penyerahan BKP dari pusat ke cabang dan antar
cabang bagi PKP yang
memperoleh izin pemusatan tempat pajak terutang dari Direktur Jenderal Pajak.
- PENYERAHAN JASA KENA
PAJAK
Berdasarkan
pasal 1 angka 7 dan penjelasan pasal 4 huruf c UU PPN 1984 , termasuk dalam pengertian penyerahan Jasa Kena Pajak
adalah :
a.
setiap
pemberian Jasa Kena Pajak;
b.
pemakaian
sendiri Jasa Kena Pajak;
c.
pemberian
cuma-cuma Jasa Kena Pajak.
Pemakaian sendiri Jasa Kena Pajak untuk
tujuan produktif tidak termasuk dalam pengertian penyerahan Jasa Kena Pajak
sehingga tidak dikenakan PPN.
- DAERAH PABEAN
Daerah Pabean adalah wilayah Republik indonesia yang meliputi
wilayah darat, perairan dan ruang udara di atasnya serta tempat-tempat tertentu
di Zona Ekonomi Eksklusif dan Landas Kontinen yang di dalamnya berlaku UU No.
10 tahun 1995 tentang kepabeanan (pasal 1 angka 1 UU PPN 1984).
Jadi yang dapat
dikenakan PPN hanya penyerahan BKP/JKP yang dilakukan dalam wilayah Republik
Indonesia. Pembayaran boleh dilakukan dimana saja. Sebaliknya jika pembayaran
dilakukan dalam wilayah Republik Indonesia, tetapi penyerahan BKP/JKP dilakukan
di luar negeri, atas penyerahan ini tidak dikenakan PPN.
- KEGIATAN USAHA ATAU
PEKERJAAN
Kegiatan usaha
atau pekerjaan berarti dalam rangka kegiatan usaha sehari-hari pengusaha yang
bersangkutan.
B.
Impor
BKP
Impor adalah setiap kegiatan memasukkan barang dari luar Daerah
Pabean ke dalam Daerah Pabean. Tidak disyaratkan orang yang melakukan impor ini
PKP atau bukan, artinya siapapun bisa melakukan impor. Tidak dilihat siapa yang
memasukan BKP tersebut dan tidak memperhatikan apakah dilakukan dalam
lingkungan perusahaannya atau tidak.
Dalam kegiatan impor BKP, yang
berkewajiban membayar PPN dan PPnBM adalah importir atau orang yang memasukkan
BKP ke dalam Daerah Pabean , ia sekaligus berkewajiban menyetor sendiri PPN
tersebut ke kas negara, dan melaporkan dalam SPT masa PPN-nya. Hal ini terlihat
antara pemikul beban pajak, penanggung pajak, dan penanggng jawab pajak
terletak pada pihak yang sama.
C.
Pemanfaatan
BKP Tidak Berwujud atau Jasa Kena Pajak dari Luar Daerah Pabean di dalam Daerah
Pabean
Untuk dapat memberikan perlakuan pengenaan pajak yang sama dengan impor BKP
maka atas BKP tidak berwujud yang berasal dari luar Daerah Pabean yang
dimanfaatkan oleh siapapun di dalam Daerah Pabean juga dikenakan PPN. Demikian
pula halnya dengan jasa yang berasal
dari luar Daerah Pabean yang dimanfaatkan oleh siapapun di dalam Daerah Pabean
dikenakan PPN. Hal tersebut sesuai dengan prinsip PPN yaitu destination principle (prinsip tempat
tujuan).
Seperti halnya impor BKP, pasal 4 huruf d dan huruf e UU PPN 1984 tidak
menyebut status orang atau badan yang melakukan kegiatan ini, sehingga siapapun
dengan status apapun melakukan kegiatan ini dikenakan PPN.
D.
Ekspor
BKP oleh PKP
Ekspor adalah setiap kegiatan mengeluarkan barang dari dalam
ke luar Daerah Pabean. Pengusaha yang melakukan ekspor BKP hanya pengusaha yang
dikukuhkan menjadi PKP.
E.
Kegiatan Membangun
Sendiri yang Dilakukan Tidak dalam Kegiatan Usaha/ Pekerjaan oleh Orang Pribadi
atau Badan
”Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas kegiatan membangun sendiri yang
dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaan oleh orang pribadi atau
badan yang hasilnya digunakan sendiri atau digunakan pihak lain yang batasan
dan tata caranya diatur dengan Keputusan Menteri Keuangan (pasal 16C UU PPN
1984).”
Kegiatan membangun sendiri dikenakan PPN jika
memenuhi syarat :
a. dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau
pekerjaan
b. yang dibangun adalah bangunan untuk tempat
tinggal atau untuk tempat usaha.
c. Luas bangunan 200 m2 atau lebih
d. Bangunan bersifat permanen, dengan
kekuatan sampai dengan 20 tahun atau lebih.
e. Kegiatan pembangunan yang dilakukan secara
bertahap, sepanjang jangka waktunya tidak melebihi dari 2 tahun, diperlakukan
sebagai satu kesatuan kegiatan.
f. Jika kegiatan pembangunan dilakukan untuk
kepentingan pihak lain, SSP-nya harus diserahkan kepada pihak yang
berkepentingan karena tanggung jawab pembayaran berada di tangan pihak yang
memanfaatkan.
g. Saat pajak terutang adalah pada saat
kegiatan mulai dilakukan.
h. Temapat pajak terutang adalah tempat
bnagunan didirikan.
i. Dasar Pengenaan Pajaknya adalah 40% dari
seluruh pengeluaran (termasuk PPN) pada bulan yang bersangkutan, sehingga PPN
yang terutang dihitung dengan perkalian 10% x
40% jumlah seluruh pengeluaran dalam satu bulan.
j. Pajak masukannnya tidak dapat dikreditkan
, karena dianggap sudah dikreditkan sebanding dengan 10% x 60% x jumlah seluruh
pengeluaran.
k. Kegiatan mendirikan bangunan yang
dilakukan melalui kontraktor bukan merupakan kegiatan membangun sendiri
sepanjang dapat dibuktikan bahwa atas kegiatan membangun tersebut telah
dipungut PPN.
F.
Penyerahan Aktiva oleh
PKP yang Menurut Tujuan Semula Aktiva Tersebut Tidak Untuk Diperjualbelikan
Sepanjang PPN yang Dibayar Pada Saat Perolehannya Dapat Dikreditkan
”Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas penyerahan aktiva oleh Pengusaha
Kena Pajak yang menurut tujuan semula aktiva tersebut tidak untuk
diperjualbelikan, sepanjang Pajak Pertambahan Nilai yang dibayar pada saat
perolehannya dapat dikr editkan (pasal 16 D UU PPN 1984).”
Syaratnya
yaitu :
a. yang melakukan penyerahan atau
pemindahtanganan adalah Pengusaha Kena Pajak
b. pada waktu membeli aktiva ini PKP membayar
PPN.
c. PPN yang dibayar pada saat perolehan
aktiva, menurut ketentuan dapat dikreditkan, syarat ini bersifat normatif,
apakah PPN tersebut benar-benar sudah dikreditkan atau belum, bukan faktor yang
relevan.
3.
OBJEK PPnBM
PPnBM terutang hanya pada dua peristiwa yaitu pada saat impor BKP yang
tergolong mewah dan pada saat penyerahan BKP tergolong mewah oleh Pabrikan.
BKP yang tergolong
mewah berarti :
a.
barang
tersebut bukan merupakan barang kebutuhan pokok; atau
b.
barang
tersebut dikonsumsi oleh masyarakat tertentu; atau
c.
pada
umumnya barang tersebut dikonsumsi oleh masyarakat yang berpenghasilan tinggi;
atau
d.
barang
tersebut dikonsumsi untuk menunjukkan status; atau
e.
apabila
dikonsumsi dapat merusak kesehatan dan moral masyarakat serta mengganggu
ketertiban masyarakat seperti minuman beralkohol.
Prinsip PPnBM
v Pemungutannya hanya satu kali saja yaitu
pada waktu impor BKP yang tergolong mewah dan pada saat penyerahan BKP
tergolong mewah oleh Pabrikan.
v Tidak mengenal istilah Pajak Masukan,
karena itu PPnBM yang telah dibayar tidak dapat dikreditkan dengan PPnBM yang
terutang.
v PPnBM dapat ditambahkan ke dalam harga BKP
yang bersangkutan (HPP) atau dibebankan sebagai biaya sesuai dengan ketentuan
UU PPh, artinya dapat dibebankan atau disusutkan langsung.
0 komentar:
Posting Komentar