Selasa, 12 Juni 2012

PPN dan PPnBM


Objek PPN dan PPnBM



Objek PPN diatur dalam pasal 4, pasal 16C, dan pasal 16 D UU Nomor 8 tahun 1983 sebagaimana  telah diubah dengan UU Nomor 18 tahun 2000 (yang selanjutnya disebut UU PPN 1984).
Dalam UU PPN 1984 dirumuskan bahwa PPN dikenakan atas :
1.      Penyerahan BKP di dalam daerah Pabean yang dilakukan oleh pengusaha (Psl. 4 huruf a);
2.      Impor BKP (Psl. 4 huruf b);
3.      Penyerahan JKP di dalam daerah Pabean yang dilakukan oleh pengusaha (Psl. 4 huruf c);
4.      Pemanfaatan BKP tidak berwujud dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean (Psl.4 huruf d);
5.      Pemanfaatan JKP dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean (Psl.4 huruf e);
6.      Ekspor BKP oleh PKP (Psl. 4 huruf f);
7.      Membangun sendiri yang dilakukan tidak dalam kegiatan usaha/ pekerjaan oleh orang pribadi atau badan (Psl. 16 C);
8.      Penyerahan aktiva oleh PKP yang menurut tujuan semula aktiva tersebut tidak untuk diperjual-belikan sepanjang PPN yang dibayar pada saat perolehannya dapat dikreditkan (Psl.16 D).
Jika disimak dengan cermat, objek PPN yang diatur dalam pasal 4 dapat dikelompokkan ke dalam dua macam objek pajak, yaitu :
1.      Arus BKP dan JKP di dalam Daerah Pabean (pasal 4 huruf a dan huruf c).
2.      Arus BKP dan JKP yang melintas batas wilayah negara yang dibagi ke dalam dua macam arah yang berbeda yaitu :
a.      Dari luar ke dalam Daerah Pabean (pasal 4 huruf b, huruf d, dan huruf e ).
b.     Dari dalam ke luar Daerah Pabean (pasal 4 huruf f).

Kegiatan penyerahan BKP atau JKP di dalam Daerah Pabean sama sekali tidak memberi petunjuk bahwa yang melakukan penyerahan adalah PKP. Baik pasal 4 huruf a maupun huruf c hanya menentukan bahwa penyerahan dilakukan oleh pengusaha. Justru pasal 4 huruf f menentukan bahwa yang melakukan ekspor adalah PKP sehingga dalam hal yang melakukan ekspor bukan PKP, tidak dikenakan PPN.
Apakah  penyerahan BKP atau JKP di dalam Daerah Pabean dikenakan PPN tanpa dipersyaratkan yang melakukan penyerahan adalah PKP? Untuk menjawab pertanyaan ini, kita harus memahami pengertian pengusaha yang disebut dalam pasal 4 huruf a dan huruf c.
Pengertian pengusaha dirumuskan dalam pasal 1 angka 14 UU PPN 1984 dan juga dalam pasal 1 angka 4 UU KUP sebagai berikut.
Pengusaha adalah orang atau badan dalam bentuk apapun yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya menghasilkan barang, mengimpor barang, mengekspor barang, melakukan usaha perdagangan, memanfaatkan barang tidak berwujud dari luar Daerah Pabean, melakukan usaha jasa, atau memanfaatkan jasa dari luar Daerah Pabean.

Kemudian dalam pasal 1 angka 15 UU PPN 1984 dirumuskan pengertian Pengusaha Kena Pajak sebagai berikut.
Pengusaha kena pajak adalah pengusaha sebgaimana dimaksud dalam angka 14 yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang dikenakan pajak berdasarkan undang-undang ini, tidak termasuk pengusaha kecil yang batasannnya ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan, kecuali pengusaha kecil yang memilih untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak.
(Berdasarkan keputusan Menkeu No: 571/ KMK.03/2003 menyatakan bahwa pengusaha kecil yaitu pengusaha yang selama satu tahun buku melakukan penyerahan BKP dan atau JKP dengan jumlah peredaran bruto dan atau penerimaan bruto tidak lebih dari Rp. 600 juta.)

Dari rumusan di atas dapat dipahami bahwa setiap pengusaha yang melakukan penyerahan BKP dan atau JKP pada dasarnya adalah Pengusaha Kena Pajak, kecuali tergolong sebagai pengusaha kecil. Jadi, pengusaha yang dimaksud dalam pasal 4 huruf a dan huruf c, yaitu yang melakukan penyerahan BKP dan atau JKP adalah (PKP). Kesimpulannya, penyerahan BKP dan atau JKP dikenakan PPN jika yang melakukan penyerahan adalah PKP.
Berdasarkan pasal 1 angka 15 UU PPN 1984  dan penjelasan pasal 4 huruf a dan huruf c UU PPN 1984  dapat disimpulkan bahwa suatu penyerahan BKP dan atau JKP dapat dikenakan pajak jika memenuhi tiga syarat, yaitu :
a.       yang diserahkan adalah BKP atau JKP;
b.      dilakukan dalam Daerah Pabean;
c.       dilakukan dalam kegiatan usaha atau pekerjaan PKP yang bersangkutan.
Jika salah satu di antara ketiga syarat di atas tidak dipenuhi, atas penyerahan itu tidak dikenakan PPN.





A.     Penyerahan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak di dalam  Daerah Pabean yang Dilakukan oleh Pengusaha 

Pasal 4 huruf a dan huruf c UU PPN 1984 terdiri atas beberapa unsur, yaitu :
1.       Barang Kena Pajak
2.      Jasa Kena Pajak
3.      penyerahan BKP
4.      penyerahan JKP
5.      Daerah Pabean
6.      kegiatan usaha atau pekerjaan
7.      Pengusaha Kena Pajak

  1. BARANG KENA PAJAK
Barang Kena Pajak adalah barang berwujud yang menurut sifat atau hukumnya dapat berupa barang bergerak atau barang tidak bergerak, dan barang tidak berwujud yang dikenakan pajak berdasarkan UU PPN 1984 .
Barang Kena Pajak (Psl. 1 angka 3 UU PPN 1984) dibagi menjadi dua, yaitu :
a.       Barang berwujud, kembali dibagi menjadi dua, yaitu :
a).    Barang bergerak;
b).    Barang tidak bergerak.
b.      Barang tidak berwujud.
        Pada dasarnya semua barang dapat dikenakan PPN kecuali UU menetapkan sebaliknya (Psl. 4A ayat (2) 1984 jo Ps. 1-4 PP No. 144/2000).
        Sesuai dengan karakter PPN yang menginginkan dirinya bersifat netral terhadap pola produksi, pola distribusi, dan pola konsumsi, PPN memberikan perlakuan sama terhadap semua barang yang dikonsumsi, baik barang berwujud maupun barang tidak berwujud. Namun, faktanya hal ini tidak dapat sepenuhnya diterapkan karena adanya kriteria yang digunakan sebagai bahan pertimbangan berikut.
a.     sejumlah barang merupakan kebutuhan yang sangat esensial bagi setiap anggota masyarakat;
b.     menghindari pengenaan pajak berganda, dalam hal ini yaitu apabila suatu barang sudah dikenakan pajak oleh pemerintah daerah, pemerintah pusat tidak akan mengenakan pajak dengan sifat yang sama terhadap barang tersebut;
c.      PPN dikenakan atas penyerahan BKP yang dihitung berdasarkan jumlah yang nyata, bukan suatu jumlah berdasarkan hasil penilaian, sperti penyerahan kertas saham tidak mungkin dikenakan PPN karena nilai nominal dengan nilai fisiknya berbeda.

Oleh karena itu, dalam pasal 4A ayat (1) UU PPN 1984 ditentukan bahwa jenis barang dan jasa yang tidak dikenakan PPN ditetapkan dengan peraturan pemerintah. Peraturannya terdapat dalam pasal 1 sampai dengan pasal 4 PP No. 144 tahun2000 mengenai Barang Tidak Kena Pajak, yaitu :
a.     Barang hasil tambang atau pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya, yaitu minyak mentah, gas bumi, panas bumi, pasir dan kerikil, batubara sebelum diproses menjadi briket, bijih besi, bijih timah, bijih emas, bijih nikel, bijih tembaga, bijih perak dan bijih bauksit.
b.     Barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak, yaitu beras, gabah, jagung, sagu,kedelai, dan garam.
c.      Makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung dan sejenisnya, baik dikonsumsi di tempat maupun tidak, kecuali katering.
d.     Uang, emas batangan, dan surat berharga.

Selain barang tidak kena pajak, pemerintah juga menentukan BKP tertentu yang bersifat strategis yang diatur dalam PP No.12 Thn.2001 Jo PP  No. 46 Thn 2003 Jo PP 7 Thn. 2007  dan atas penyerahannya  dibebaskan dari pengenaan PPN, yang meliputi :
a.     Barang modal berupa mesin dan peralatan pabrik, baik dalam keadaan terpasang atau tidak;
b.     Makanan ternak, unggas, dan ikan, dan  atau bahan baku untuk pembuatan makanan ternak,unggas dan ikan;
c.      Barang hasil pertanian, yaitu barang yang dihasilkan dari kegiatan usaha di bidang pertanian, perkebunan, dan kehutanan; peternakan, perburuan atau penangkapan, maupun penangkaran; perikanan baik penangkapan maupun budidaya;
d.     Bibit atau benih dari pertanian, perkebunan, kehutanan, peternakan,  penangkaran, perikanan;
e.     Air bersih yang dialirkan melalui pipa oleh Perusahaan Air Minum;
f.      Listrik, kecuali untuk perumahan dengan daya diatas 6600 watt.
Untuk huruf a, b, c, dan d atas impor barang tersebut juga dibebaskan dari pengenaan PPN.
  1. JASA KENA PAJAK
Jasa Kena Pajak adalah setiap kegiatan pelayanan berdasarkan suatu perikatan atau perbuatan hukum yang menyebabkan suatu barang atau fasilitas atau kemudahan atau hak tersedia untuk dipakai, termasuk jasa yang dilakukan untuk menghasilkan barang karena pesanan atau permintaan dengan bahan dan atas  petunjuk pemesan yang dikenakan PPN (Pasal 1 angka 5 UU PPN 1984).
Pada dasarnya setiap jasa dapat dikenakan PPN, kecuali undang-undang menetapkan sebaliknya ( pasal 1 angka 6 jo. Pasal 4A ayat (3) UU PPN 1984).

Jasa yang tidak dikenakan PPN (pasal 4A ayat (3) UU PPN 1984 jo pasal 5 s.d pasal 16 PP. No. 144 tahun 2000), yaitu :
a.     Jasa di bidang pelayanan kesehatan medis
Contoh: Jasa dokter umum, Jasa ahli kesehatan, Jasa rumah sakit dll.
b.     Jasa di bidang pelayanan sosial
Contoh: Jasa pelayanan panti asuhan, Jasa pemadam kebakaran dll.
c.      Jasa di bidang pengiriman surat dengan perangko
d.     Jasa di bidang perbankan, asuransi, dan sewa guna usaha dengan hak opsi
Jasa di bidang perbankan dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu jasa khas perbankan yang tidak dikenakan PPN yaitu yang tidak dapat dilakukan oleh perusahaan lain selain bank seperti jasa deposito dan tabungan. Sedangkan kelompok yang satu lagi yaitu jasa lainnya yang dilakukan oleh perusahaan perbankan namun dapat dilakukan oleh perusahaan lain selain bank dan dikenakan PPN seperti jasa penyediaan tempat untuk menyimpan barang dan surat berharga, jasa penitipan untuk kepentingan pihak lain berdasarkan suatu perjanjian serta anjak piutang ,dan menyewakan ruangan.
Jasa asuransi tidak termasuk broker asuransi.
e.     Jasa di bidang keagamaan
Contoh: Jasa pelayanan rumah- rumah ibadah, Jasa pemberian khotbah atau dakwah, dll.
f.      Jasa di bidang pendidikan
g.     Jasa di bidang kesenian dan hiburan yang telah dikenakan pajak tontonan
h.     Jasa di bidang penyiaran radio/ televisi yang bukan bersifat iklan dan tidak dibiayai oleh sponsor  yang bertujuan komersil.
i.       Jasa angkutan umum di darat, di laut, di danau, di sungai yang dilakukan oleh pemerintah atau swasta, serta jasa angkutan udara luar negeri, termasuk jasa angkutan dalam negeri yang menjadi bagian tak terpisahkan dari jasa angkutan luar negeri tersebut.
j.       Jasa di bidang tenaga kerja
Penyediaan tenaga kerja sepanjang pengusaha penyedia tenaga kerja tidak bertanggung jawab atas hasil kerja dari tenaga kerja tersebut.
k.     Jasa di bidang perhotelan
Yaitu persewaan kamar termasuk tambahannya dan persewaan ruangan untuk kegiatan acara atau pertemuan di hotel.
l.       Jasa yang disediakan pemerintah dalam rangka menjalankan pemerintahan secara umum
Contoh :pemberian NPWP, pembuatan KTP, dll.
  1. PENYERAHAN BARANG KENA PAJAK
Dalam UU PPN 1984, pengertian penyerahan  barang kena pajak diatur dalam pasal 1A ayat  (1), sebagai berikut.
a.     Penyerahan hak atas barang kena pajak karena suatu perjanjian
b.     Pengalihan barang kena pajak oleh karena suatu perjanjian sewa beli dan perjanjian leasing
Untuk penyerahan BKP berdasar perjanjian sewa –beli, saat timbulnya objek pajak bukan ditentukan oleh saat penyerahan hak melainkan saat pengalihan BKP. Pengalihan BKP yaitu saat berpindahnya penguasaan BKP dari penjual kepada pembeli.
Penyerahan  karena perjanjian sewa guna usaha (leasing) adalah penyerahan yang disebabkan  oleh perjanjian sewa guna usaha dengan hak opsi.
c.      Penyerahan barang kena pajak kepada pedagang perantara atau melalui juru lelang
Pedagang perantara adalah orang pribadi atau badan yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya dengan nama sendiri melakukan perjanjian atau perikatan atas dan untuk tanggungan orang lain dengan mendapat upah atau balas jasa tertentu. Juru lelang adalah juru lelang pemerintah atau yang ditunjuk oleh pemerintah. Kata penghubung yang digunakan bagi juru lelang adalah melalui. Hal ini berarti pada saat PKP menyerahkan BKP melalui juru lelang bukan merupakan objek pajak, objek pajak timbul ketika juru lelang menyerahkan BKP yang dilelang kepada pemenang lelang untuk dan atas nama PKP yang bersangkutan.
d.     Pemakaian sendiri dan pemberian cuma-cuma
Pemakaian sendiri berarti BKP yang merupakan barang dagangan atau hasil produksi digunakan untuk kepentingan PKP sendiri. Pemakaian sendiri dapat dibedakan ke dalam dua kelompok yaitu pemakaian sendiri yang bersifat konsumtif dan pemakaian sendiri yang bersifat produktif. Pemakaian sendiri yang bersifat produktif tidak termasuk dalam pengertian penyerahan Barang Kena Pajak sehingga tidak terutang PPN. Pemberian cuma-cuma yang merupakan objek pajak adalah pemberian cuma-cuma baik BKP produksi sendiri maupun produksi perusahaan lain.
e.     Persediaan barang kena pajak dan aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan
Persediaan barang kena pajak dan aktiva selain barang dagangan yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan disamakan dengan pemakaian sendiri sehingga termasuk dalam pengertian penyerahan BKP menurut undang-undang.
f.      Penyerahan Barang Kena Pajak dari pusat ke cabang atau sebaliknya dan penyerahan Barang Kena Pajak antar cabang
Ketentuan ini merupakan akibat dari prinsip desentralisasi pengukuhan Pengusaha Kena Pajak. Dengan prinsip ini, baik  kantor pusat maupun cabang dengan nama dan dalam bentuk apapun , masing-masing dikukuhkan sebagai PKP oleh KPP setempat.
g.     Penyerahan Barang Kena Pajak secara konsinyasi
Untuk penyerahan secara konsinyasi, PPN yang sudah dibayar pada waktu BKP yang bersangkutan diserahkan untuk dititipkan dapat dikreditkan dengan Pajak Keluaran pada Masa Pajak terjadinya penyerahan BKP yang dititipkan tersebut. Sebaliknya, jika BKP titipan tersebut tidak laku dijual dan diputuskan untuk dikembalikan kepada pemilik BKP, pengusaha yang menerima barang titipan tersebut membuat “nota retur”yang diatur dalam pasal 5A.
Dalam pasal 1A ayat (1) UU PPN 1984 diberikan suatu rincian dari penyerahan barang yang tidak termasuk kategori sebagai Penyerahan Barang Kena Pajak, yaitu :
a.     Penyerahan BKP kepada makelar sebagaimana yang dimaksud dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang.
b.     Penyerahan BKP untuk jaminan utang-piutang.
c.      Penyerahan BKP dari pusat ke cabang dan antar cabang bagi PKP yang memperoleh izin pemusatan tempat pajak terutang dari Direktur Jenderal Pajak.

  1. PENYERAHAN JASA KENA PAJAK
Berdasarkan pasal 1 angka 7 dan penjelasan pasal 4 huruf c UU PPN 1984 , termasuk dalam pengertian penyerahan Jasa Kena Pajak adalah :
a.     setiap pemberian Jasa Kena Pajak;
b.     pemakaian sendiri Jasa Kena Pajak;
c.      pemberian cuma-cuma Jasa Kena Pajak.
Pemakaian sendiri Jasa Kena Pajak untuk tujuan produktif tidak termasuk dalam pengertian penyerahan Jasa Kena Pajak sehingga tidak dikenakan PPN.

  1. DAERAH PABEAN
Daerah Pabean adalah wilayah Republik indonesia yang meliputi wilayah darat, perairan dan ruang udara di atasnya serta tempat-tempat tertentu di Zona Ekonomi Eksklusif dan Landas Kontinen yang di dalamnya berlaku UU No. 10 tahun 1995 tentang kepabeanan (pasal 1 angka 1 UU PPN 1984).
Jadi yang dapat dikenakan PPN hanya penyerahan BKP/JKP yang dilakukan dalam wilayah Republik Indonesia. Pembayaran boleh dilakukan dimana saja. Sebaliknya jika pembayaran dilakukan dalam wilayah Republik Indonesia, tetapi penyerahan BKP/JKP dilakukan di luar negeri, atas penyerahan ini tidak dikenakan PPN.

  1. KEGIATAN USAHA ATAU PEKERJAAN
Kegiatan usaha atau pekerjaan berarti dalam rangka kegiatan usaha sehari-hari pengusaha yang bersangkutan.
                               
B.     Impor BKP  
                Impor adalah setiap kegiatan memasukkan barang dari luar Daerah Pabean ke dalam Daerah Pabean. Tidak disyaratkan orang yang melakukan impor ini PKP atau bukan, artinya siapapun bisa melakukan impor. Tidak dilihat siapa yang memasukan BKP tersebut dan tidak memperhatikan apakah dilakukan dalam lingkungan perusahaannya atau tidak.
                Dalam kegiatan impor BKP, yang berkewajiban membayar PPN dan PPnBM adalah importir atau orang yang memasukkan BKP ke dalam Daerah Pabean , ia sekaligus berkewajiban menyetor sendiri PPN tersebut ke kas negara, dan melaporkan dalam SPT masa PPN-nya. Hal ini terlihat antara pemikul beban pajak, penanggung pajak, dan penanggng jawab pajak terletak pada pihak yang sama.

C.      Pemanfaatan BKP Tidak Berwujud atau Jasa Kena Pajak dari Luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean
Untuk dapat memberikan perlakuan pengenaan pajak yang sama dengan impor BKP maka atas BKP tidak berwujud yang berasal dari luar Daerah Pabean yang dimanfaatkan oleh siapapun di dalam Daerah Pabean juga dikenakan PPN. Demikian pula halnya dengan  jasa yang berasal dari luar Daerah Pabean yang dimanfaatkan oleh siapapun di dalam Daerah Pabean dikenakan PPN. Hal tersebut sesuai dengan prinsip PPN yaitu destination principle (prinsip tempat tujuan).
Seperti halnya impor BKP, pasal 4 huruf d dan huruf e UU PPN 1984 tidak menyebut status orang atau badan yang melakukan kegiatan ini, sehingga siapapun dengan status apapun melakukan kegiatan ini dikenakan PPN.

D.     Ekspor BKP oleh PKP
Ekspor adalah setiap kegiatan mengeluarkan barang dari dalam ke luar Daerah Pabean. Pengusaha yang melakukan ekspor BKP hanya pengusaha yang dikukuhkan menjadi PKP.

E.      Kegiatan Membangun Sendiri yang Dilakukan Tidak dalam Kegiatan Usaha/ Pekerjaan oleh Orang Pribadi atau Badan
”Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas kegiatan membangun sendiri yang dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaan oleh orang pribadi atau badan yang hasilnya digunakan sendiri atau digunakan pihak lain yang batasan dan tata caranya diatur dengan Keputusan Menteri Keuangan (pasal 16C UU PPN 1984).”
Kegiatan membangun sendiri dikenakan PPN jika memenuhi syarat :
a.     dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaan
b.     yang dibangun adalah bangunan untuk tempat tinggal atau untuk tempat usaha.
c.      Luas bangunan 200 m2 atau lebih
d.     Bangunan bersifat permanen, dengan kekuatan sampai dengan 20 tahun atau lebih.
e.     Kegiatan pembangunan yang dilakukan secara bertahap, sepanjang jangka waktunya tidak melebihi dari 2 tahun, diperlakukan sebagai satu kesatuan kegiatan.
f.      Jika kegiatan pembangunan dilakukan untuk kepentingan pihak lain, SSP-nya harus diserahkan kepada pihak yang berkepentingan karena tanggung jawab pembayaran berada di tangan pihak yang memanfaatkan.
g.     Saat pajak terutang adalah pada saat kegiatan mulai dilakukan.
h.     Temapat pajak terutang adalah tempat bnagunan didirikan.
i.       Dasar Pengenaan Pajaknya adalah 40% dari seluruh pengeluaran (termasuk PPN) pada bulan yang bersangkutan, sehingga PPN yang terutang dihitung dengan perkalian 10% x  40% jumlah seluruh pengeluaran dalam satu bulan.
j.       Pajak masukannnya tidak dapat dikreditkan , karena dianggap sudah dikreditkan sebanding dengan 10% x 60% x jumlah seluruh pengeluaran.
k.      Kegiatan mendirikan bangunan yang dilakukan melalui kontraktor bukan merupakan kegiatan membangun sendiri sepanjang dapat dibuktikan bahwa atas kegiatan membangun tersebut telah dipungut PPN.

F.      Penyerahan Aktiva oleh PKP yang Menurut Tujuan Semula Aktiva Tersebut Tidak Untuk Diperjualbelikan Sepanjang PPN yang Dibayar Pada Saat Perolehannya Dapat Dikreditkan
”Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas penyerahan aktiva oleh Pengusaha Kena Pajak yang menurut tujuan semula aktiva tersebut tidak untuk diperjualbelikan, sepanjang Pajak Pertambahan Nilai yang dibayar pada saat perolehannya dapat dikr editkan (pasal 16 D UU PPN 1984).”
Syaratnya yaitu :
a.     yang melakukan penyerahan atau pemindahtanganan adalah Pengusaha Kena Pajak
b.     pada waktu membeli aktiva ini PKP membayar PPN.
c.      PPN yang dibayar pada saat perolehan aktiva, menurut ketentuan dapat dikreditkan, syarat ini bersifat normatif, apakah PPN tersebut benar-benar sudah dikreditkan atau belum, bukan faktor yang relevan.


3.  OBJEK PPnBM
PPnBM terutang hanya pada dua peristiwa yaitu pada saat impor BKP yang tergolong mewah dan pada saat penyerahan BKP tergolong mewah oleh Pabrikan.
 BKP yang tergolong mewah berarti :
a.       barang tersebut bukan merupakan barang kebutuhan pokok; atau
b.      barang tersebut dikonsumsi oleh masyarakat tertentu; atau
c.       pada umumnya barang tersebut dikonsumsi oleh masyarakat yang berpenghasilan tinggi; atau
d.      barang tersebut dikonsumsi untuk menunjukkan status; atau
e.      apabila dikonsumsi dapat merusak kesehatan dan moral masyarakat serta mengganggu ketertiban masyarakat seperti minuman beralkohol.
Prinsip PPnBM
v Pemungutannya hanya satu kali saja yaitu pada waktu impor BKP yang tergolong mewah dan pada saat penyerahan BKP tergolong mewah oleh Pabrikan.
v Tidak mengenal istilah Pajak Masukan, karena itu PPnBM yang  telah dibayar  tidak dapat dikreditkan dengan PPnBM yang terutang.
v PPnBM dapat ditambahkan ke dalam harga BKP yang bersangkutan (HPP) atau dibebankan sebagai biaya sesuai dengan ketentuan UU PPh, artinya dapat dibebankan atau disusutkan langsung.









0 komentar:

Posting Komentar